buku lama tapi saya baru minat baca (kebetulan nangkring dperpus UIN)Madre??ahai...habis baca madre saya langsung laper, ngeber banget buat pizza sendiri. alhasil seharian muterin jogja cuma buat melengkapi sesuai apa yang ada diresep..yah, itulah kegilaan pembaca saat menemui karya bagus kaya tulisan mbak Dee ini..Siapa yang sangka kalo madre adalah biang yang jadi warisan dari Kakek-Nenek Tan. Yang mengubah hidup seorang anak pantai yang santai menjadi penuh tanggung jawab dan menghidupkan kembali toko Roti Tan Bakker yang lama suram..Keren banget pokoe, salut sama mbak Dee.. Aku membaca Madre untuk waktu yang cukup singkat, hanya 2,5 jam dengan diselingi mengerjakan tugas mata pelajaran Sosiologi. Buku dengan tebal 160 halaman ini adalah kumpulan cerita pertama Dee Lestari yang aku baca, doakan saja secepatnya bisa membaca Filosofi Kopi hasil pinjaman dari kakaknya Hilda :D “... How would I know the answer? You don’t even know your own question!” ... Dia benar. Pertanyaanku tak pernah selesai karena sebenarnya aku memang tidak tahu apa yang mau kutanya. Dan aku tidak akan pernah tahu apa yang kucari selama aku terus disini. (hal. 93)Dari ketigabelas cerita yang ditulis Kak Dee di tahun 2006-2011 ini, aku lebih suka dengan Madre. Yap, cerita pertama yang menjadi judul buku. Berbeda dengan cerita lainnya, Madre lebih panjang—72 halaman—terlebih, aku suka cara Kak Dee memaparkan cerita untuk Madre yang satu ini. Benar-benar tidak terduga kalau ternyata Madre adalah (hanya) adonan biang roti. “Sehat itu bukan cuma urusan badan. Dalem sini lebih penting,” ia menunjuk dadanya. (hal. 46)Walaupun memang, agak sedikit ‘terusik’ dengan kalimat di cerita Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan, tapi sepertinya ini tidak adil kalau aku menyatakan tidak suka dengan Madre. “Inilah cinta. Inilah Tuhan. Tangan kita bau menyengat, mata kita perih seperti disengat, dan tetap kita tidak menggenggam apa-apa.” ... “Itulah cinta. Itulah Tuhan. Pengalaman, bukan penjelasan. Perjalanan, bukan tujuan. Pertanyaan, yang sungguh tidak berjodoh dengan segala jawaban.” (hal. 103)Hmm... Nggak banyak yang bisa aku ceritakan, karena untuk kali ini, aku benar-benar menikmati bacaan tanpa harus terburu-buru membuat review-nya. Tapi entah kenapa, aku bisa membaca dan menulis review di hari yang sama. Ajaib kah? ★★★ untuk buku ini, di luar pradugaku tentang kesalahan penulisan, nyatanya memang disengaja mengikuti tokoh, hehe. Menulis di blog seminggu sekali adalah satu-satunya rutinitas yang kupelihara sejak dua tahun terakhir. Setengah mati aku bertahan. Belum pernah aku setia melakukan satu hal dalam jangka waktu sepanjang itu. Jika serabutan adalah penyakit, maka blog ini adalah obatku. Sebagai penyempurna terapiku, blog ini punya sekelompok pembaca setia yang rutin berkunjung dan berkomentar. Orang-orang yang sebagian besar tidak kukenali langsung. Orang-orang yang kukenali hanya lewat tulisan serta kotak kecil berisi foto profil dan biodata seadanya. Namun mereka jadi saksi hidupku selama dua tahun terakhir. (hal. 17) “Mungkin karena memang nggak ada yang kebetulan,...” (hal. 68) “...pernah nggak kamu terhubungkan sebegitu aneh dengan seseorang, sampai-sampai hidupmu jadi kayak mimpi?” (hal. 84) “I’ve alway believed in past life and karmic bonding,” ... “I get it! All that dark and light thingy. It’s like... the Sun!” ... “Matahari sebenarnya nggak pernah terbit dan terbenam. Cuma Bumi yang berputar!” (hal. 88)
Do You like book Madre: Kumpulan Cerita (2011)?
Buku yang cukup menghibur, ceriatanya sederhana dan tipikal cerita indonesia...nothing special
—barrelracer831
nggak penuh, dan kurang padet. masih penuh kata2 unt perjuangan, unt dimengerti...
—username1234
baca karya Dee kecuali perahu kertas.
—m43yuli
kinda, too good to be true?
—ObsessedwithMaximumRide