Secangkir kopi dapat mengubah jalan hidup Robert Wallis. Komentarnya mengenai rasa kopi yang berkarat menarik minat pengunjung Cafe Royal yang bernama Samuel Pinker. Robert Wallis adalah penyair yang masih menggantungkan biaya hidupnya dari bantuan ayahnya. Pinker menawarkan Robert Wallis sebuah pekerjaan. Saat itu tahun 1896, Robert Wallis baru berusia 22 tahun. Kopi yang ada di gudang Mr Pinker berasal dari seluruh dunia.Srilanka, Jamaika, Sumatera, Brasil dan Arab. Robert bekerja sama dengan Emily Pinker,anak dari Mr Pinker. Tugasnya adalah menyusun klasifikasi rasa kopi yang diberi nama Metode Wallis-Pinker. Mereka mulai menyusun deskripsi masing-masing kopi. Secara lebih spesifik mereka bereksperimen dengan bau biji kopi,aroma hasil gilingan,dan bau khas kopi dalam cangkir. Robert Wallis termasuk pria yang flamboyan dan boros. Karena kedekatan pekerjaan Robert acapkali menggoda Emily. Tidak mudah menaklukkan Emily. Demi profesionalitas Emily menahan diri walaupun akhirnya ia jatuh juga pada pesona Robert. Emily sangat tertarik pada persamaan hak antara perempuan dan pria karena ketika zaman itu kedudukan wanita belum diperhitungkan. Mr Pinker merestui Robert menikahi Emily dengan satu syarat bisa memberi mahar 1000 pound. Robert bisa mendapatkan uang sebanyak itu dengan membuka perkebunan kopi milik Mr Pinker di daerah Afrika. Khayalan Robert menikahi Emily yang kaya raya membuatnya berani mengambil tantangan dari Mr Pinker. Selama empat tahun,Robert dan Emily akan berpisah. Kesetiaan dan cinta mereka diuji oleh waktu dan jarak.Di Afrika, Robert jatuh cinta dengan gadis budak kulit hitam dari seorang pedagang Arab bernama Fikre. Pertunangan Robert dan Emily putus. Perkebunan kopi yang ia mulai tidak berjalan dengan sempurna. Uang yang sedianya diperuntukkan untuk membayar pekerja perkebunan malah ia gunakan untuk membeli Fikre. Sementara itu Emily akhirnya menikah dengan politikus, Arthur Brewer. Bahagia kah Robert dengan Fikre? Kisah Robert Wallis masih jauh dari selesai. Percintaan ini akan memberi pelajaran berharga bagi Robert.Kalau sebelumnya Anthony Capella membahas makanan Italia dalam novel “Food of Love” dan “Wedding Officer”. The various flavours of coffee sesuai judul akan membahas kopi yang tidak hanya soal rasa dan aromanya tapi juga proses bagaimana dari biji kopi tersebut dipetik, dikapalkan hingga cara penyajiannya untuk pembeli. Robert mempunya indera penciuman dan perasa yang peka sehingga saat meminum kopi ia akan berkomentar dengan jujur. Robert dapat membedakan kopi kualitas bagus dan jelek. Hidung saya seakan-akan bisa menghirup wangi kopi yang diseduh,ah saya jadi kepingin ngopi. Berbeda dengan dua novel Anthony Capella yang sudah saya baca, topik dalam 'Rasa Cinta dalam Kopi' lebih berat karena penulis juga memasukkan tentang perjuangan hak pilih wanita di Inggris, perbudakan, perdagangan internasional hingga teori-teori ekonomi. I really tried to give this a shot. The author gives vivid descriptions of many things, and they're often impressive, if overindulgent. My issue is with the main character. We're informed that we will dislike him, which is an odd strategy to me, since books that people truly treasure mainly contain characters that you can relate to, as opposed to raging douchebags, like the leading man in this book.To preface this complaint, I will say I couldn't make it past page 75. I'd dealt with multiple descriptions of the main character's business with prostitutes, his insufferable lack of anything resembling depth, and a page-long detailed description of horses having sex, but I drew the line at the way he treats the woman he is ~pining after~.If there's one solid way to have my interest completely disconnect from your asshat character, it's making him a misogynistic asshat character. And I assure you, this goes beyond historical accuracy and into a modern-day douchetastic festival of douchebaggery. This man is that guy that pretends to be interested in a woman's thoughts and feelings and opinions because he wants to get into bed with her. Really? Really. I don't think the kind of people that would relate to this moron even read books, so why bother writing a 500-some page beast about one?I was really trying to hold on for the promised character development, but I'm afraid if I had to read one more word about Douchebag VonDickhead that I would want to bang my head through a wall.What a waste of my time.
Do You like book Il Profumo Del Caffè (2008)?
The title was more interesting than the book itself.
—Rocksee