Ini bukan review yang baik dan benar. Ini hanyalah sebuah curhat akan perasaan galau-galau norak bahagia, dan pertanyaan-pertanyaan-nggak-penting-penting amat yang memengaruhi gue setelah menutup buku ini. Jadi kalau ingin baca sinopsis yang oke, plus kekurangan plus kelebihan buku ini, segeralah scroll halaman dan buka review selanjutnya. Serius.Tadi malam gue bersumpah: Besok siang, setelah UTS terakhir selesai, untuk merayakan kebebasan setelah seminggu pnuh digempur ujian-paper-presentasi-dan-sebagainya-dan-sebagainya, gue harus ke toko buku! Dan pagi tadi, ketika sedang menjawab pertanyaan 'Apa bukti manusia mempunyai pikiran?' di ruang ujian, gue memperbarui sumpah gue: Di toko buku gue harus membeli satu buku, harus (biasanya gue cuma ke toko buku numpang baca berjam-jam dan pulang dengan tangan kosong). Bukunya Orizuka, harus(kenapa buku Orizuka? Karena berdasarkan jam terbang gue yang udah lumayan ini, buku-buku mbak Ori selalu bisa bikin gue fresh dan bahagia lagi. Well, kecuali I For You sih. Gue nggak suka buku yang nangis-nangis. Hidup gue aja udah menyedihkan, kenapa harus...ah sudahlah. Aku mau merokok saja). Akhirnya sumpah gue terpenuhi. Jam 12 gue berangkat ke toko buku. Jam 14.00 sampai kosan dengan Call Me Miss J. di tangan. Dan jam 18.00 tadi menutup halaman terakhir novel ini sambil cengar-cengir kayak orang bego. Omagah! RAYA! GUE CINTA DIA!Jadi ceritanya begini. Ada anak SMA namanya Azalea. Biasa dipanggil Lea. Jerawatan. Naksir abis sama adik kelasnya, si cowok sinetron. Musuhan sama kakak kelasnya, si cewek-telenovela (namanya aja Barbara). Dan ketemu sama kloningan Chace Crawford (sungguh, gue cuma bengong ketika Lea mengomeli semua orang yang nggak kenal Chace Crawford. Sungguh, gue udah lama hidup dan baru denger namanya. Sungguh, gue merasa beda generasi. Sungguh.). Nah, lalu apa hubungannya Azale, Barbara, si-cowok-sinetron, dan Chace Crawford ini? Baca sendiri yaa sodara-sodaraaaaa *lalu ditimpuk masa*Dan tebakan gue benar. Selama empat jam membaca buku ini, gue ngakak-ngakak bahagia. Karakter Lea dan Raya, juga temen-temen Lea, semuanya asik. Nggak bisa berhenti baca sampai nahan pipis. Konfliknya juga khas anak SMA banget, bikin gue kangen masa-masa muda dulu. Hmm.Cuma ada pertanyaan yang tertinggal di benak gue. Soal Rio, mbak. Jadi Rio ini naksir siapa? Bukan naksir Alex? Apa karena Alex jadian sama Divo, jadi Rio nggak jadi naksir dia? Ataukah sebenarnya Rio naksir Sabil? Tapi kenapa Sabil malah jadian sama cowok-kelas-dua-belas? Dan siapa cowok-kelas-dua-belas itu? Apa Rio naksir Vidi? Ah, tapi jangan deh. Biarkan Vidi tetap tak tersentuh dengan segala pesonanya. Lalu Rio sebenarnya naksir siapa? Kenapa masalah percintaan Rio seakan hilang tertelan isu-isu politik lainnya? *eh*Sayang yang di bagian Lea dan Dhimas (si-cowok-sinetron)itu ketebak sih. Atau nggak juga. dan mungkin gue aja yang terlalu pintar menebak kali ya *kibas rambut ala Barbie*Tapi yasudahlah. yang penting novel ini bisa bikin gue hepi. Dan Raya, cepat besar ya dek! Oiya, mau request ke mbak ori supaya bikin sekuelnya tentang Vidi dan Rio. Plis mbak, plis. aku cinta dua orang itu. Di novel ini saya suka banget dengan tokoh Raya yang notabene cakepnya kayak Chase Crawford. Well, cowok cakep udah biasa dan... banyak. Tapi bedanya si Raya ini menilai cewek nggak kayak cowok kebanyakan yang hanya ngeliat tampang si cewek aja. Cantikkah atau seksikah. Yup, si Raya ini memang non-mainstream soal itu. Makanya Raya nggak tergoda sama sekali dengan kecantikan Barbie. Malahan dia merasa Lea yang wajahnya penuh dengan jerawat jauh lebih baik dibandingkan Barbie.Sampai di pertengahan cerita, saya masih enjoy dengan cerita ini. Tapi saat hendak mendekati ending--saat pemilihan ketua osis--kok cerita ini rada mirip dengan 'Princess In Training' karya Meg Cabot ya? Ah, mungkin hanya kebetulan ya, atau perasaan saya aja -_-
Do You like book Call Me Miss J. (2013)?
Aaaaaa karya orizuka yg satu ini, bikin gereget deh, must be read pokok nya
—josh
Masih belum bisa bernafas *lebay*Review menyusul!!!
—yu4nb1nd4