Do You like book The Guru Of Love: A Novel (2004)?
This book takes place in modern day Kathmandu and is written by a Nepali author, so I figured it would be worth reading. I liked following the characters around the city, but if you've never visited Kathmandu, I don't think this book would give you a good idea of what it's like. The author's description of the setting throughout the book was not very thorough. Though the plot did keep me interested, overall, I thought the characters acted very strangely, and the author did a poor job of developing the intent and motivation for the characters to do what they did. The ending made the story somewhat redeemable.
—Kristin
Seusai menamatkan novel ini, saya sempat tertegun. Benarkah ada cinta demikian mulia, seperti cinta yang dimiliki Goma, di dunia ini? Cinta yang memaafkan. Cinta dengan segala kebesaran jiwa. Goma, anak gadis dari Tuan Pandey, seorang kaya raya di Kathmandu, memilih menikahi Ramchandra, lelaki miskin yang bekerja sebagai guru matematika di sebuah sekolah kampung yang (juga) miskin daripada harus menikah dengan seorang dokter pilihan orang tuanya. Ia mengancam tidak akan menikah selamanya jika orang tuanya tak mengabulkan permintaannya. Dengan berat hati, Tuan dan Nyonya Pandey terpaksa menyerahkan putri sulung mereka pada Ramchandra yang di kemudian hari terus dihinggapi rasa penasaran mengapa keluarga kaya raya itu memilihnya sebagai suami Goma. Sebagai guru, penghasilan Ramchandra tidaklah terlalu besar, sehingga ia hanya bisa mengontrak rumah di sebuah gang kumuh untuk istri dan kedua orang anaknya. Mertuanya sering kali menyindirnya karena tidak bisa membelikan rumah yang layak bagi putri mereka. Hal tersebut membuat hubungan dia dan mertuanya tidak harmonis. Pada setiap kesempatan pertemuan keluarga, Tuan dan Nyonya Pandey, memperlihatkan sikap dan perlakuan yang berbeda terhadapnya dibanding menantu satunya lagi, Harish, suami Nalini, seorang usahawan sukses. Saya jadi ingat kata-kata di novel Il Postino yang menyebutkan bahwa mertua adalah lembaga yang paling menyebalkan di dunia. Untuk menambah penghasilan, Ramchandra menerima murid-muridnya les matematika di rumah kontrakannya yang sempit itu. Suatu hari, seorang gadis cantik berusia 21 tahun, datang mengetuk pintu rumahnya memohon dengan sangat agar dibolehkan ikut les dengan bayaran di bawah harga yang ditetapkan agar dapat mengikuti ujian akhir SMA. Mulanya, Ramchandra keberatan mengingat ia amat membutuhkan uang tambahan sebagai tabungan membeli rumah. Tetapi, melihat tekad dan kesungguhan gadis belia (dan rupawan) itu, luluhlah hatinya. Ia tidak pernah mengira, inilah awal bencana rumah tangganya : guru dan murid itu saling jatuh cinta! Goma yang baik, tak menyangka sama sekali bahwa suaminya sampai hati berkhianat padanya. Tahu apa yang kemudian dilakukan Goma? Luar biasa! Perempuan arif itu mengambil keputusan yang mengejutkan semua orang. Ia malah menyuruh agar suaminya membawa Malati, gadis itu, tinggal di rumah mereka! Tidak bisa dipercaya rasanya. Keluarga besarnya sampai menganggapnya tidak waras karena sikapnya tersebut. Bagi Ramchandra, keputusan Goma justru dirasakannya sebagai hukuman untuk dirinya. Tetapi Goma bergeming. Dengan penuh ketegaran sembari, tentu saja, menyimpan rapat-rapat rasa dukanya, ia menerima kekasih suaminya ke dalam kehidupan rumah tangganya. Ia bahkan menyerahkan kamar tidurnya untuk dipakai oleh suaminya dan Malati. Mana ada lagi kebesaran jiwa seperti itu? Apa yang membuat Goma mengambil jalan ke luar konflik rumah tangganya dengan cara demikian? Malaikat apa yang membujuknya sehingga ia bisa sesabar itu? Ketegaran Goma betul-betul bikin saya cemburu sekaligus gemas. The Guru of Love sungguh cerita yang menarik dan mengharukan. Ber-setting Kathmandu dengan budaya dan tradisi Hindu - seperti tetangganya India - yang kental, di mana kasta dan kekayaan menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat, membuat novel ini memiliki daya tarik Asia yang eksotis. Ditulis oleh Samrat Upadhyay, pria kelahiran Nepal yang kini bermukim di Cleveland, Amerika Serikat. Tentu saja ia sangat paham budaya dan kebiasaan di Nepal, negeri kelahirannya itu, termasuk juga kondisi sosial politiknya yang saat itu berseteru dengan India di bawah Perdana Menteri Rajiv Gandhi. Pergulatan batin dan konflik tokoh-tokohnya tampil wajar. Demikian pula penyelesaiannya, tidak terkesan mengada-ada. Kalimat-kalimatnya ringan dan mudah dimengerti. Beberapa kata dan istilah dibiarkan tetap dalam bahasa aslinya, sehingga kita dapat merasakan warna lokal novel ini. Beberapa kesalahan pengetikan, meski tak terlalu mengganggu, semoga bisa diperbaiki pada cetakan berikutnya. Peristiwa di novel ini tidak mustahil terjadi dalam kehidupan nyata dan kita boleh percaya bahwa cinta memiliki kekuatan dan jalannya sendiri.
—Endah
Have read other books by this author, one of the few Nepali fiction writers writing in English. Story of an underpaid teacher, married father of two children, who becomes infatuated with a student. The story is rather unbelievable but loved the setting in Katmandu and the general ambiance of the family and relationships between family members. A Nepali friend, in discussing the author and the book, says Upadhyay is writing for the American audience and that none of the story has any real meaning in an Nepali context. Interesting.
—Susan