Selalu ada nuansa magis dalam cerita-cerita Chitra, 'spesialis' tema imigran India di Amerika. Seolah melalui tulisannya, dia ingin memperlihatkan bahwa di tengah kemodernan Amerika yang serba individual dan terburu-buru, ada sebuah oase berupa kenangan tentang India. India yang bijak dan dewasa dalam kekunoannya, India yang berwarna-warni, berbau tajam dan hiruk-pikuk. India yang dirindukan namun pada saat yang sama berusaha dilupakan.Kali ini dia berkisah tentang Rakhi, wanita muda keturunan India yang setengah mati berusaha memahami budaya leluhurnya, namun selalu terbentur oleh keengganan orangtuanya, terutama ibunya, untuk berbagi tentang masa lalu mereka di negara yang berjarak ribuan kilometer dari Amerika itu. Ibu Rakhi adalah seorang penafsir mimpi, tugas yang begitu misterius dan memukau di mata Rakhi, tapi tidak pernah dia pahami sepenuhnya karena sang ibu menolak bercerita tentang hal itu, sampai akhir hayatnya. Rakhi merasa tersisih dari kehidupan ibunya, yang sibuk menolong banyak orang menafsirkan mimpi mereka, namun tidak pernah benar-benar hadir dalam hidup putrinya. Rakhi tidak tahu bahwa sang ibu sebenarnya menyimpan kepahitan sendiri akan cintanya yang harus terbelah antara panggilan jiwa dan orang-orang terkasih. Yang paling kaucintai justru paling sedikit akan kautolong. Kau akan dikalahkan oleh kesatuan darahmu. (hal. 71)Kepergian ibunya yang mendadak membuat Rakhi marah kepada semua orang di dekatnya. Kepada ayah yang dia anggap bertanggung jawab atas kepergian sang ibu, kepada Sonny, mantan suami yang dia anggap selalu berusaha membuat hidupnya menderita, bahkan kepada putrinya sendiri, Jona, yang dia anggap lebih memihak Sonny.Melalui jurnal ibunya yang ditemukan Rakhi beberapa waktu setelah ibunya meninggal, dia mulai memahami berbagai hal tentang wanita itu, tentang ayahnya yang seolah selalu berada di latar belakang, juga tentang dirinya sendiri yang selalu gelisah dan menyimpan kecewa serta dendam. Alam semesta selalu mengirimkan pesan-pesan. Sulitnya, kebanyakan dari kita tidak tahu bagaimana membacanya. (hal. 242)Kisah sang ibu saat dididik menjadi penafsir mimpi dalam gua-gua tersembunyi di India mengingatkan saya pada kisah Tilo dalam novel Chitra sebelumnya, Penguasa Rempah-Rempah, seorang wanita muda yang juga terpilih untuk menolong orang-orang di sekitarnya, tapi melalui rempah-rempah. Seperti halnya, Tilo, ibu Rakhi juga melanggar peraturan para tetua karena dia memilih pergi meninggalkan saudari-saudarinya sesama penafsir mimpi untuk menikah dengan pria yang dia cintai setelah hanya dia temui satu kali. "Bagaimana mungkin kau mencintai seseorang yang tidak kaukenal?" / "Bukankah ketidaktahuan justru cara satu-satunya untuk mencintai?" (hal. 201) Nampaknya Chitra percaya bahwa ada konsekuensi yang mesti ditanggung saat kau memutuskan untuk melepas ikatan dengan leluhurmu. Konsekuensi yang terkadang setimpal dengan kebahagiaan lain yang kaudapat, karena memilih untuk mengikuti kata hatimu.Seperti banyak karya penulis AS yang dibuat setelah tahun 2000, peristiwa 9/11 juga memegang peranan dalam kisah ini. Tanpa mengecilkan arti peristiwa tersebut, maupun dampak yang ditimbulkan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sesudahnya, mau tak mau saya bertanya-tanya penyelesaian seperti apa yang akan dipilih Chitra andai 9/11 tidak pernah terjadi. Karena kadang saya merasa peristiwa tersebut menjadi penyelesaian yang 'mudah' saat hidup tokoh-tokoh dalam sebuah novel berubah drastis setelah mengalami kejadian yang teramat mengguncang itu. Sangat mudah untuk berubah ketika kau dihadapkan pada kenyataan antara hidup dan mati. Dan dari sana, cerita bisa meluncur mulus ke mana pun, bahkan ke arah yang benar-benar berlawanan. (Tentu saja, itu hanya kesinisan saya sebagai orang yang tidak mengalami langsung :) )Terlepas dari sedikit (hanya sedikit) kekecewaan saya karena lagi-lagi 9/11 menjadi 'komoditas' dalam sebuah cerita (mungkin ini pandangan yang tidak adil karena semua penulis Amerika tentu terdorong untuk merekam peristiwa tersebut dalam tulisan mereka, tidak mungkin tidak, dan kebetulan saja novel ini saya baca belakangan, setelah membaca beberapa novel lain yang memasukkan 9/11 dalam ceritanya), saya tetap memberi tiga setengah bintang untuk kepiawaian Chitra bercerita, sesuatu yang membuat saya jatuh cinta kepada penulis ini sejak pertama kali membaca karyanya. Untuk kefasihan Chitra menggambarkan tokoh-tokohnya sehingga berhasil membuat saya jengkel kepada Rakhi yang egois, atau bersimpati kepada ayah Rakhi yang mencintai tanpa syarat. Dalam dunia yang gila ini, kadang bermimpi menjadi pelarian yang menyenangkan, pergi dari kenyataan yang tidak selalu indah. ...kita semua senang mimpi. Mimpi seperti layang-layang yang dilepaskan dari asalnya, bebas dari benang kaca perasaan bersalah (hal. 95)--review terakhir di tahun 2011--
“Cara terbaik untuk mencintai orang adalah dengan tidak membutuhkan mereka. Itulah cinta yang paling murni.”Itulah yang diajarkan oleh Ibunya kepada Rakhi. Dan cinta seperti itulah yang dipraktekkan ibunya kepada dia dan ayahnya. Bagi Rakhi, Ibunya yang seorang penafsir mimpi selalu tampak seperti mahluk yang berasal dari dunia lain. Selalu menjaga jarak dan mengelilingi dirinya dengan benteng yang tidak terlihat.Ayah dan Ibu Rakhi pergi ke Amerika dari India ketika Rakhi belum lahir. Konon selain karena Ayahnya akan melanjutkan kuliah di Amerika, perkawinan antara Ayah dan Ibu Rakhi juga tidak disetujui oleh keluarga sehingga mereka memilih untuk meninggalkan tanah tempat kelahiran mereka.Rakhi tumbuh menjadi anak perempuan kecil yang sangat penasaran dengan asal muasalnya. Namun baik Ayah maupun Ibunya tidak bersedia untuk memberikan kisah-kisah tentang India. Rakhi cukup terobsesi dengan Ibunya dan Ibunya selalu menarik garis sampai mana Rakhi diizinkan untuk mendekat. Ibunya adalah misteri yang sulit untuk dipecahkan.Ketika setelah dewasa Rakhi mengalami kegagalan dalam perkawinannya. Maka untuk menghidupi anaknya, Jona dan dirinya sendiri Rakhi membuka sebuah cafe bernama Chai House bersama seorang sahabatnya yang juga beretnis India, Belle. Selain dari itu Rakhi juga merupakan seorang pelukis yang akan melaksanakan pameran pertamanya.Suatu saat dibuka sebuah cafe baru bernama Java di dekat tempat mereka. Pelanggan Chai House segera beralih ke Java dan bisnis mereka terancam tutup. Di saat yang bersamaan tepat di malam ketika Rakhi menyelenggarakan pameran pertamanya, Ibu dan Ayahnya mengalami kecelakaan. Ibunya meninggal, Ayahnya mengalami luka parah sehingga Rakhi harus tinggal bersamanya. Rakhi pun terpaksa menitipkan Jona kepada Sonny, mantan suaminya.Rakhi dan Ayahnya tidak pernah dekat. Ibunya selalu menjadi penengah dan penerus komunikasi diantara mereka berdua. Bagi Rakhi Ayahnya hanyalah seorang pria India biasa yang rutin mabuk-mabukan setiap Jum’at malam. Dan terkadang dia menyalahkan Ibunya atas kondisi tersebut. Mungkin Ayahnya sama frustasinya dalam menghadapi Ibunya.Di rumah orang tua mereka secara tidak sengaja Rakhi menemukan jurnal yang ditulis oleh Ibunya dalam bahasa Benggali. Dengan terpaksa Rahki meminta tolong Ayahnya untuk menerjemahkan jurnal tersebut. Melalui kegiatan itulah mata Rakhi mulai terbuka tentang siapa sebenarnya Ayahnya. Kedekatan mulai terbentuk diantara mereka dan ternyata, Ayahnya adalah seorang pria hangat yang penuh dengan kisah-kisah menakjubkan tentang India. Melalui jurnal tersebut pula Rakhi mulai mengetahui kebenaran demi kebenaran yang dipendam Ibunya selama bertahun-tahun.Dengan bantuan Ayahnya Rakhi dan Belle mulai membangun bisnisnya kembali. Sonny juga mulai mendekat kembali ke dalam dunianya melalui Jona. Ketika World Trade Center di hancurkan oleh teroris, kehidupan mereka mulai berubah. Ketika tragedi menyentuh kehidupan mereka. Hal-hal kecil mengganggu yang sebelumnya tampak krusial kini menjadi tidak penting sama sekali.Dalam ¾ buku ini saya tidak begitu menyukai karakter Rakhi. Rakhi tampak seperti wanita yang mudah kesal dengan hal-hal kecil dan terlalu banyak mengeluh. Sedangkan karakter Ibu Rakhi sedikit banyak berafiliasi dengan diri saya sendiri. Menjaga jarak dan membentengi diri. Namun pada akhirnya saya senang karena ternyata in the end Rakhi tercerahkan akan apa yang sebenarnya dicarinya, siapa Ibunya, siapa Ayahnya dan pada akhirnya Rakhi bisa menjalani kehidupan dengan lebih bijak.Overall buku ini menceritakan tentang struggle nya para wanita dalam kehidupan. Sebuah tema yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari yang saya jalani. Ada suatu adegan ketika Rakhi sedang merasa sangat kesepian yang mungkin sering dirasakan oleh para perempuan :“Ketika memperhatikan mereka, aku merasa bahagia sekaligus kesepian. Bukan kesepian karena tidak mempunyai pasangan, tetapi sesuatu yang lebih mendasar. Seakan-akan aku satu-satunya mahluk yang tertinggal di sisi kaca sebelah sini, sementara dunia selebihnya-bahagia, acuh tak acuh- menjalani kehidupannya di sisi sebelah sana. Mereka tahu kehadiranku, mereka bahkan kadang-kadang melambai kepadaku sesekali, seperti yang dilakukan Belle, tetapi mereka tidak tahu bagaimana rasanya menengok kedalam, balas melambai, tidak bisa menyeberang kesana.”Again, well done Chitra Banerjee Divakaruni!!
Do You like book Queen Of Dreams (2005)?
'Queen of Dreams' another mystical creation from the magical pen of Divakaruni... infact her name itself holds the mysticism, secrets & wonderful traditions of India. She is definitely a mistress of story telling and weaves fantasy & reality so beautifully that you seamlessly flow into the waves of the story. She has in her earlier works touched various aspects on Indian fantasy tales & weaved them into the so different American world. How the magical power bearers come looking for a different world in America, trying to make a difference without giving up their heritage & make their own space in the 'new America'. How they maintain the so called ‘AUTHENTIC’ Indian image which attracts the Americans (most of them being confused about their own backgrounds or of mixed races). How these NRIs are trying to prove to half the world that they are Indians and the other half that they are Americans. Also there are so many stories, books, movies, articles written on 2001 WTC debacle that it sounds cliché, the discrimination suffered by the Asians in Americans after this incident has also become so repetitive that it does not awoke any sympathy or sadness but boredom.But the book missed something & maybe it was that the pillars of the story the two central characters were a little weak, which is quiet strange because according to me, it is generally the strength of Divakaruni’s writing.The character of Rakhi was not strong enough to hold the weight of the story. She was fickle, negative & spoil sport always bringing the dullness to the story. She had nothing to boast off other than her good luck that she had such an interesting mother, lovable parents & friends and an understanding & patient husband. Not once in the story I felt that she laughed openly or enjoyed anything. She was always angry & tortured without a reason, she never helped anyone or supported her own family. Infact everything she ever did was fake even her painting, her tea shop, her married life or her motherhood as she wanted to be perfect as her mother or content like her husband but didn’t know what she actually wanted. Or was it her mother, we don’t know her name, but she was a closed character – her journals throw some light but seem to be designed by her to create her image rather than showing her true self. For what she wanted to go to America, for what she fell in love with a man whom she shuns later, for what she never could be a true mother, for what she always closed her doors to real happiness, for the powers of the dream, the power with which she got to control other’s lives though she says she wanted to help them. That is why Rakhi turned out to be just like her – incomplete & selfish. My favirite part from the book describin beautifully the art of stories & story telling:"Each thinking of the story differently, as teller and listener always must. In the mind of each, different images swirl up and fall away, and each holds on to a different part of the story, thinking it the most important. And if each were to speak what it meant, they would say things so different you would not know it wa sthe same story they were speaking of."Finally a word on Chitra – she is a marvellous story teller with amazing creativity & strong character sketches and she should continue to write her gems because we long to read them. I have finished almost all her books and waiting to grab the copy of her latest release... Thanks Chitra.. though I just found this book ok sorts but I will always be a fan because you have given me some wonderful times, beautiful stories and such dreams that they all seem real....
—Neha
It's been years since I read a book by Divakaruni, but if I recall correctly, I loved Mistress of Spices and Sister of My Heart. Divakaruni is a masterful writer, but for some reason this book did not touch me like her other books. I had a difficult time sympathizing with the main character. This might have been intentional and is the natural result when someone grows up feeling that she is lacking love and commitment from her mother. I found myself drawn more to the present story than the dream journals...but even then, my mind wandered at times. I suspect it would appeal more to people who are highly interested in dreams. She writes about what it felt like to be a person of color after 9/11...Indians and Pakistanis were thrown together in the same racist mishmash as people of Middle Eastern ancestry. One disturbing scene paints a very upsetting picture of American racism and "patriotism" after 9/11.Divakaruni unwraps layer after layer of her mother's mystery and also her main character's story, but it was not completely satisfying for me in the end. Still, a good read and worth a look.
—Marie
Secara alamiah manusia selalu ingin mengetahui asal-usulnya, sejarahnya. Kenapa keluarganya meninggalkan India untuk hidup di Amerika. Ada apa dengan India? Ibunya hanya mengisahkan India sebagai negeri latar dari dongeng-dongeng sebelum tidur untuknya yang menurutnya misterius, semisterius dengan bakat yang membuat Rakhi terpesona karena ibunya bisa membaca mimpi.tSeiring berjalannya waktu Rakhi dewasa memahami bahwa dia dan ibunya tidaklah sama, mereka melalui jalan yang berbeda, walau di masa kecil betapa Rakhi begitu menginginkan untuk diwariskan bakat sang ibu. Ibunya seorang pembaca mimpi dan Rakhi memilih menjadi pelukis, ibunya menatap masa depan dan Rakhi mencoba memelihara masa lalu. tSecara keseluruhan aku tidak mau berbicara banyak tentang bagaimana Rakhi harus menerima kenyataan pahit perkawinannya yang gagal dengan Sonny dan bahwa putri dan ibunya jauh lebih menyayangi Sonny dibanding dirinya. Bagaimana kematian sang ibu secara tiba-tiba membuatnya menyalahkan ayahnya yang tanpa disangka di saat itulah mereka mulai menerjemahkan jurnal mimpi milik sang ibu- rahasia yang sedari lama ingin Rakhi ketahui. Bagaimana masa lalu ayahnya di Calcutta, serta apa yang harus dibayar sang ibu demi cintanya pada ayah Rakhi; ibunya menjual kemampuan membaca mimpinya demi untuk hidup dengan dia yang dicintainya.tSejujurnya aku menyukai cara Chitra Banerjee Divakaruni bercerita walau alurnya begitu lambat dan kadang membuat nyaris bosan. Hanya saja rangkaian kata yang dia gunakan begitu indah dan aku sangat menyukai kata-kata indah darinya. Beberapa kalimat indah darinya adalah sebagai berikut:•tCara terbaik untuk mencintai orang adalah dengan tidak membutuhkan mereka. Itulah cinta yang paling murni.•tMustahil membuktikan cintamu kepada orang yang meragukannya.•tYang paling kau cintai, justru yang paling sedikit akan kau tolong. Kau akan dikalahkan oleh kesatuan darahmu.•tMimpi seperti layang-layang yang dilepaskan dari asalnya, bebas dari benang kaca perasaan bersalah.•tKau harus menemukan sesuatu- atau seseorang- yang lain untuk dicintai. Kalau tidak kau akan gila.•tJangan menyerah. Mimpi ini bukan obat tapi suatu cara. Dengarkan kemana impiu bisa mengantarmu.•tSatu masa hidup terlalu sedikit untuk dibagi antara dunia luar dan dunia batin, dunia siang dan dunia bayangan.•tOrang-orang suka pada misteri. Kalau tidak ada misteri maka mereka akan menciptakannya.•tKalau masih dekat di depan mata, sangat mustahil membaca arah tindakan diri sendiri-mana arah yang benar, mana arah yang menuju kesedihan.•tKecuali bahwa apa yang kucintai adalah citra yang kulukis di depan mataku agar aku tak usah melihat.tNovel ini menarik, novel ini indah, novel ini tentang kebimbangan diri seorang Rakhi dan yang jelas baik Rakhi maupun ibunya mewakili kisah ibu-anak yang berbeda dari tema yang serupa.
—Citra Rizcha Maya