Walaupun sering melihat penulisnya (di TV), saya baru sekali ini membaca buku-buku Raditya Dika. Selain karena masalah perbedaan usia (#uhuk, iya isi bukunya berasa remaja-sma-mahasiswa bangets) sehingga beberapa materinya agak garing, juga karena harganya yang mahal (ya penerbit ini jarang diskonan sih ya #eh). Akhirnya, pecah telor juga dengan membaca buku ini karena nemu di Shopping Center, Jogja seharga 10rb saja *dikeplak rame-rame).Awalnya, saya menganggap tulisan Dika terlalu galau dan alay, cuapcuap ala remaja kota yang sok asik, ternyata setelah membaca bukunya, saya harus menera ulang penilaian saya. Ya, saya harus katakan buku ini punya sesuatu. Saya bahkan nggak mengira bisa terbahak-bahak membaca dua bab dalam buku ini (walau pun bab-bab yang lain agak garing--you know lah, perbedaan usia). Nilai plusnya adalah Dika memberikan semacam renungan bijak di akhir bab dalam buku ini. rata-rata sih tentang perpindahan, perubahan, dan kepergian. Bahwa kalo kita hendak maju, kita harus berani pergi, berubah, atau pindah. istilahnya, keluar dari zona nyaman selama ini.Untuk remaja-mahasiswa, buku ini sangat coicok dibaca mereka. Sementara bagi generasi 90-an, cukuplah membaca buku ini sebagai hiburan karena memang isinya remaja banget. Poin plus lain, tulisannya Dika rapi dan lumayan baku, tidak terlalu banyak kata-kata miring. Kekurangannya, buku ini tipikalnya remaja kota banget, jadi ya seperti itulah (saya bingung jelasinnya). Habis ini mau coba baca marmut merah jambu, kita lihat saja apakah bintangnya bisa naik, atau malah turun. Udah lama banget baca buku ini. Dari sekian buku konyol-kocak-absurd karya Radit, buku ini justru yang paling berhasil membuat saya terharu. Ini semua gara-gara Radit masukin cerita soal perhatian keluarganya, terutama dari sang mama yang disebutnya lebay dan suka melebih-lebihkan sesuatu. Jujur aja, mama nya Radit sama kayak mama saya. Dan sikap saya terhadap perhatian mama saya yang berlebihan juga hampir sama seperti yang dirasakan Radit. Dan ini membuat saya terharu...
Do You like book Manusia Setengah Salmon (2011)?
lucunya dapet, pesan moralnya dapet. bru kali ini nangis gara-gara bukunya raditya dika ToT
—Logan
The bau ketek part is the funniest story of the rest. Radit, you can do better..
—Indyia