Saya adalah pecinta sejarah, saya suka banget sama yang namanya pelajaran sejarah. jadi, walaupun ini fiksi, saya tetap merasa terpukau dengan kehidupan rakyat Indonesia di zaman tahun 40-60an dulu, saya merasa saya ikutan masuk ke dalam cerita. Cuma, saya gak bisa membayangkan tokoh-tokohnya! Duh, cilaka banget kan!Tapi, karena saya suka sama sejarah, termasuk sejarah Kretek di Indonesia, ngasih bintang 4-pun gak berasa rugi. Saat mulai membaca sempat merasa kecele karena tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan tentang buku ini. Cerita ber-setting masa kini, tentang aktivitas keluarga pemilik sebuah perusahaan rokok kretek ternama. Tadinya saya pikir buku ini membahas sejarah industri rokok tanah air sejak awal terbentuk, yaitu sekitar masa populernya usaha rokok oleh Roro Mendut. Namun ternyata tidak, meski nama Roro Mendut sempat disinggung. Kendati demikian ternyata di bab-bab menuju tengah hingga akhir buku disisipkan pula cerita dari masa lalu yang menarik soal aktivitas usaha rokok kretek lokal sejak masa masuknya penjajah Jepang, terus berlanjut hingga peristiwa G/30/S, 1965. Usaha-usaha rokok tersebut diceritakan mulai dari awal dibangun kecil-kecilan hingga akhirnya berkembang dan punya banyak karyawan. Kisah lalu ini mulai terangkat bersamaan dengan disebutnya nama seorang perempuan, ‘Jeng yah’. Dari sosok inilah novel ini mendapatkan gerbang untuk menelusuri masa lalu yang ternyata adalah kunci masalah yang selama ini tak terungkap. Menguaklah kecurangan besar yang dilakukan pihak keluarga karakter utama novel ini yang membawa kesuksesan usaha dan kemapanan hidup dari generasi ke generasi mereka. Setelah mengikuti terus ceritanya hingga tiba flash back ke masa lalu, lantas bergantian ditampilkan bab masa lalu dan masa kini, ternyata mengasyikkan juga walaupun tidak mengulas kisah kretek di era Roro Mendut seperti yang diduga dan diharapkan sebelumnya. Ada beberapa kesalahan kecil yang bisa diabaikan di antaranya tertukarnya nama saat menyebut Idroes Moeria yang seharusnya Soedjagat. Dan 1 hal yang perlu ditanyakan kepada penulis perihal pemuatan kata “bajingan” di dalam kurung yang mengikuti kata bujangan pada kalimat mengenai Raja. Penulis seperti nyata-nyata memperlihatkan emosionalitasnya terhadap tokoh tersebut. Atau bisa juga dilihat sebagai penjelasan yang berlebihan dari penulis untuk pembaca. Sebab dengan mengikuti ceritanya hingga selesai para pembaca tentunya bisa menilai sendiri kualitas para karakter dan apa yang sebetulnya terjadi. Hal yang bisa dibilang unik dari pembacaan novel ini oleh saya adalah bahwa ketika tiba di bab yang menceritakan tragedi 1965 (G/30/S) hingga cerita tamat, saya tengah membaca ini di tanggal saat puncak tragedi tersebut terjadi, 30 September. Akhirnya selamat kepada penulis yang meskipun tidak keseluruhan sejarah rokok kretek Nusantara diceritakan, termasuk soal konflik dengan pengusaha China juga industri internasional, tetap mengangkat tema yang selama ini belum banyak digarap di dunia novel masa kini. –Henny, 30/9/2012
Do You like book Gadis Kretek (2012)?
dan akhirnya nikotin pun ada sisi baik nya..tanpa rokok aku menyelesaikan buku ini..hebat!
—Asha
walaupun jalan ceritanya bisa tertebak, namun membaca buku ini cukup menyedot perhatian.
—gbell93
this book... oh my god this book is amazing!
—Brandon
